3. Keyakinan Kelas, Hukuman dan Penghargaan
3. Keyakinan Kelas, Hukuman dan Penghargaan
3.1
Keyakinan Kelas
Setiap tindakan atau perilaku yang kita lakukan di
dalam kelas dapat menentukan terciptanya sebuah lingkungan positif. Perilaku
warga kelas tersebut menjadi sebuah kebiasaan, yang akhirnya membentuk sebuah
budaya positif. Untuk terbentuknya budaya positif pertama-tama perlu diciptakan
dan disepakati keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara
para warga kelas. Kita perlu ada
untuk menentukan arah tujuan dari sebuah institusi/sekolah. Penyatuan pemikiran
untuk mendapatkan nilai-nilai kebajikan serta visi sekolah tersebut kemudian diturunkan
di kelas-kelas menjadi keyakinan kelas yang disepakati bersama.
Mengapa
keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja?
Pertanyaan berikut adalah, “Mengapa kita memiliki
peraturan tentang penggunaan helm pada saat mengendarai kendaraan roda dua/motor?”
Kemungkinan jawaban Anda adalah untuk ‘keselamatan’. Pertanyaan berikut adalah,
“Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan
setiap saat?” Mungkin jawaban Anda adalah “untuk kesehatan dan/atau
keselamatan”.
Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang
kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan atau
prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari
latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Menurut Gossen (1998), suatu
keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara
intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan
keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan.
Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu
keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka
harus berlaku begini atau begitu.
Pembentukan
Keyakinan Kelas:
o Keyakinan
kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan
konkrit.
o Keyakinan
kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
o Pernyataan
keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
o Keyakinan
kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh
semua warga kelas.
o Keyakinan
kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
o Semua
warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat
kegiatan curah pendapat.
o Bersedia
meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
Prosedur
Pembentukan Keyakinan Kelas:
1. Mempersilakan
murid-murid di kelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu
disepakati di kelas.
2. Mencatat
semua masukan-masukan para murid di papan tulis atau di kertas besar (kertas
ukuran poster), di mana semua anggota kelas bisa melihat hasil curah pendapat.
3. Susunlah
keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Kelas’. Gantilah
kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif.
Contoh
Kalimat negatif : Jangan berlari di kelas atau koridor.
Kalimat positif: Berjalanlah di kelas atau koridor.
4. Tinjau
kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Anda mungkin akan mendapati
bahwa pernyataan yang tertulis di sana masih banyak yang berupa
peraturan-peraturan. Selanjutnya, ajak murid-murid untuk menemukan nilai
kebajikan atau keyakinan yang menjadi inti dari peraturan tersebut.
Contoh: Berjalan di kelas, Dengarkan Guru, Datanglah tepat waktu bisa disarikan
menjadi 1 Keyakinan, yaitu keyakinan untuk Saling Menghormati atau nilai
kebajikan Hormat. Keyakinan inilah yang dijadikan daftar untuk disepakati.
Kegiatan ini juga merupakan peralihan dari bentuk peraturan ke keyakinan kelas.
5. Tinjau
ulang Keyakinan Kelas secara bersama-sama. Seharusnya setelah beberapa
peraturan telah disatukan menjadi beberapa keyakinan maka jumlah butir
pernyataan keyakinan akan berkurang. Sebaiknya keyakinan kelas tidak terlalu
banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu banyak,
maka warga kelas akan sulit mengingatnya.
6. Setelah
keyakinan kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas dipersilakan meninjau
ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan kelas tersebut,
termasuk guru dan semua murid.
7. Keyakinan
Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat
semua warga kelas.
3.2 Hukuman, Sanksi,
Restitusi
Dalam
menjalankan peraturan ataupun keyakinan kelas, bilamana ada suatu pelanggaran,
tentunya sesuatu harus terjadi. Untuk itu kita perlu meninjau ulang penerapan
penegakan peraturan atau keyakinan kelas kita selama ini. Penerapan terhadap
suatu pelanggaran bisa dalam bentuk hukuman atau sanksi, atau berupa Restitusi.
Namun sebelum kita melangkah kepada penerapan Restitusi, kita perlu bertanya
adakah perbedaan antara hukuman dan Sanksi? Bila sama, di mana persamaannya?
Bila berbeda, bagaimana perbedaannya? Perlu ditambahkan bahwa bentuk sanksi
untuk lingkungan pendidikan disesuaikan menjadi konsekuensi. Pemahaman konsekuensi
adalah bahwa dalam setiap tindakan atau perbuatan, pasti akan berkonsekuensi,
baik atau kurang baik. Di bawah ini akan ditunjukkan bagan perbedaan hukuman
dan konsekuensi serta restitusi.
Bila
kita melihat bagan di bawah ini, disiplin merupakan identitas berhasil (sukses)
dan hukuman merupakan identitas gagal. Disiplin di sini terbagi dua bagian
yaitu Disiplin dengan Sanksi/Konsekuensi dan Disiplin dengan Restitusi,
Berdasarkan
bagan di atas, maka kita bisa menyimpulkan bahwa hukuman bersifat tidak
terencana atau tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan
tidak dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan,
dan murid hanya menerima suatu hukuman tanpa suatu diskusi atau pengarahan dari
pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa fisik
maupun verbal dan murid disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata.
Sementara
disiplin dengan bentuk sanksi atau konsekuensi, sudah terencana atau sudah
disepakati. Sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Biasanya
pembentukan sanksi atau konsekuensi dibentuk oleh pihak guru (sekolah), dan
murid sudah mengetahui sanksi/konsekuensi yang akan diterima. Pada
sanksi/konsekuensi, murid tetap dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek.
Konsekuensi atau sanksi biasanya diberikan berdasarkan suatu pengukuran,
misalnya: setelah 3 kali ditegur di kelas oleh guru karena tugasnya belum
selesai, atau mengobrol, maka murid akan kehilangan waktu bermain, dan harus
menyelesaikan tugas karena ketertinggalannya. Peraturan ini sudah diketahui
oleh murid dan diketahui sebelumnya. Guru senantiasa perlu memonitor murid.
3.3 Dihukum oleh Penghargaan
Alfie Kohn (Punished by Rewards, 1993, Wawancara ASCD Annual Conference, Maret 1995) mengemukakan baik penghargaan maupun hukuman, adalah cara-cara mengontrol perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya. Menurut Kohn, secara ideal tindakan belajar itu sendiri adalah penghargaan sesungguhnya.
Kohn selanjutnya juga mengemukakan beberapa alasan mengapa penghargaan justru sama seperti menghukum seseorang.
Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang
o Penghargaan berlaku untuk mendapatkan seseorang melakukan sesuatu dalam jangka waktu pendek.
o Jika kita menggunakan penghargaan lagi, dan lagi, maka orang tersebut akan bergantung pada penghargaan yang diberikan, serta kehilangan motivasi dari dalam.
o Jika kita mendapatkan penghargaan untuk melakukan sesuatu yang baik, maka selain kita senantiasa berharap mendapatkan penghargaan tersebut lagi, kita pun menjadi tidak menyadari tindakan baik yang kita lakukan.
Penghargaan Tidak Efektif
o Suatu penghargaan adalah suatu benda atau peristiwa yang diinginkan, yang dibuat dengan persyaratan: Hanya jika Anda melakukan hal ini, Anda akan mendapatkan penghargaan yang diinginkan.
o Jika saya mengharapkan suatu penghargaan dan tidak mendapatkannya, maka saya akan kecewa dan berkecil hati, serta kemungkinan lain kali saya tidak akan berusaha sekeras sebelumnya.
o Jika kita memberikan seseorang suatu penghargaan untuk melakukan sesuatu, maka kita harus terus menerus memberikan penghargaan itu jika kita ingin orang tersebut meneruskan perilaku yang kita inginkan.
o Orang yang berusaha berhenti merokok, atau orang yang berusaha diet menguruskan badan bila diberikan penghargaan tidak akan berhasil.
Penghargaan Merusak Hubungan
o Ketika seorang diberi penghargaan atau dipuji di depan orang banyak, maka yang lain akan merasa iri, dan sebagian dari mereka akan tidak menyukai orang yang diberikan penghargaan tersebut.
o Jika seorang guru sering memberikan penghargaan kepada murid-muridnya, besar kemungkinan murid-muridnya termotivasi hanya untuk menyenangkan gurunya. Mereka tidak akan bersikap jujur kepada guru tersebut.
o Penghargaan menciptakan persaingan di dalam kelas, dan persaingan menciptakan kecemasan.
o Mereka yang percaya bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan penghargaan akan berhenti mencoba.
Penghargaan Mengurangi Ketepatan
Riset I: Dalam sebuah percobaan, sekelompok anak laki-laki berusia sekitar 9 tahun diminta untuk melihat gambar-gambar wajah yang ditampilkan di layar, dan mereka harus memberitahukan jika wajah-wajah tersebut sama atau berbeda. Gambar-gambar tersebut hampir sama. Beberapa dari mereka diberi penghargaan (dalam bentuk uang) pada saat mereka memberikan jawaban benar, sementara sebagian yang lain tidak.
Hasil: Anak laki-laki yang dibayar membuat lebih banyak kesalahan.
Riset II: Anak-anak diminta mengingat kata-kata tertentu, kemudian mereka diminta mengambil kartu yang berisi kata-kata yang diingat tersebut setiap kali muncul. Beberapa anak diberikan permen setiap mereka memberikan jawaban yang benar, dan sebagian yang lain hanya diberitahu saja bila jawaban mereka benar.
Hasil: Anak-anak yang mendapatkan permen jawabannya banyak yang tidak tepat dibandingkan anak-anak yang hanya diberitahu jawabannya benar.
Penghargaan Menghukum
o Penghargaan menghukum mereka yang tidak mendapatkan penghargaan. Misalnya dalam sistem ‘ranking’. Mereka yang mendapatkan ranking kedua akan merasa ‘dihukum’.
o Penghargaan dan hukuman adalah hal yang sama, karena keduanya mencoba mengendalikan perilaku seseorang.
o Karena orang pada dasarnya tidak suka dikendalikan, dalam jangka waktu lama, penghargaan akan terlihat sebagai hukuman.
o Jika suatu penghargaan diharapkan, namun Anda tidak mendapatkannya, Anda akan merasa dihukum.
Disadur
dari materi pelatihan ‘Dihukum oleh Penghargaan’, Yayasan Pendidikan
Luhur-Foundation for Excellence in Education, 2006.
Comments
Post a Comment